Dalam Islam ada istilah mahram, atau seseorang yang haram untuk dinikahi. Adapun perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya (‘ala at-ta’bid).
Perempuan
yang haram dinikahi untuk selamanya disebut juga mahram muabbad. Penyebab perempuan haram
dinikahi oleh laki-laki ada tiga, yaitu nasab, persusuan, dan perkawinan (mushaharah). Syekh Taqiyuddin Al-Husaini menyebutkan:
اعْلَمْ أَنَّ أَسبَابَ الْحُرْمَةِ الْمُؤَبَّدَةِ
لِلنِّكَاحِ ثَلَاثٌ قَرَابَةٌ وَرَضَاعٌ وَمُصَاهَرَةٌ
”Ketahuilah, bahwa sebab-sebab
keharaman menikah yang bersifat selamanya ada tiga, yaitu kekerabatan,
persusuan, dan perkawinan.”
Perempuan
yang haram dinikahi sebab nasab atau kekerabatan ada tujuh. Allah berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ
وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ
وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ
وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ
نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ
بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ
مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ
سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu,
saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara
perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak
perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara
perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari
istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri
anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nisa’
[4]: 23).”
Untuk lebih jelasnya, berikut ini rincian
perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki sebab
nasab adalah:
1. Ibu, begitu pula garis nasab ke atasnya, yaitu nenek
(ibunya ibu dan ibunya ayah), buyut (ibunya nenek), dan seterusnya.
2. Anak perempuan, begitu pula garis nasab ke bawahnya,
yaitu cucu, cicit, dan seterusnya.
3. Saudara perempuan, yaitu kakak atau adik perempuan,
baik yang seayah-seibu, seayah saja, atau pun seibu saja.
4. Bibi dari garis ayah, yaitu kakak dan adik
perempuannya ayah.
5. Bibi dari garis ibu, yaitu kakak dan adik
perempuannya ibu.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan).
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
(keponakan).
Sedangkan perempuan yang haram dinikahi sebab persusuan
adalah semua perempuan yang diharamkan sebab nasab di atas, yaitu ibu susuan,
anak susuan, saudara perempuan susuan, dan seterusnya.
Adapun yang diharamkan sebab ikatan perkawinan ada
empat, yaitu:
1. Ibunya istri (mertua).
2. Anaknya istri (anak tiri) jika telah berhubungan
badan dengan sang istri.
3. Istrinya anak (menantu).
4. Istrinya ayah (ibu tiri).
Semua perempuan di atas haram dinikahi oleh laki-laki
untuk selamanya. Sehingga meskipun seorang laki-laki telah bercerai dengan
istrinya, misalnya, ia haram menikahi mantan mertuanya.
2. Perempuan yang haram dinikahi dari segi mengumpulkannya dalam
satu ikatan pernikahan (min jihah
al-jam’i)
Perempuan seperti ini haram dinikahi untuk sementara
waktu, yaitu kakak atau adiknya istri yang kita sebut dengan ipar, bibi dari
istri, dan keponakannya istri.
Seorang laki-laki haram menikahi kakak atau adik
perempuannya istri (iparnya) selama ia masih dalam ikatan pernikahan dengan
istrinya. Jika ia telah bercerai dengan istrinya atau istrinya telah meninggal
dunia, maka ia boleh menikahi iparnya tersebut.
Dalam bab wudhu mengenai batalnya wudhu jika
bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, ipar tidak dihukumi
seperti mahram muabbad.
Sehingga bersentuhan kulit antara seorang laki-laki dengan kakak iparnya yang
perempuan adalah membatalkan wudhu seperti yang disampaikan Imam Ar-Ramli.
Dalam masalah aurat, saudara ipar dihukumi
seperti ajnabiyah (orang lain),
karena keharaman menikahinya tidak bersifat selamanya, sehingga tidak boleh
menampakkan aurat di hadapan mereka.
Kesimpulan
Seorang laki-laki haram menikahi saudara ipar atau
kakak dan adik dari istrinya, selama ia masih dalam hubungan pernikahan dengan
sang istri. Adapun jika ia telah bercerai atau istrinya meninggal dunia, maka
saudara iparnya boleh dinikahi.
Sementara dalam masalah pembatal wudhu dan aurat,
saudara ipar dianggap seperti ajnabiyah (orang lain). Sehingga
seorang muslim tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan saudara ipar, begitu
pula sebaliknya.
Wallahu a’lam bi ash-shawabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.