Adsense
Selasa, 19 November 2013
Perusahaan Perorangan
Perusahaan Perorangan (PO) adalah Suatu jenis perusahaan yang dijalankan oleh satu orang pemilik.
Pemilik mempunyai tanggung jawab tak terbatas. Badan usaha yang mengelola perusahaan itu disebut Badan Usaha Perorangan, yang oleh masyarakat umum lebih dikenal dengan sebutan Perusahaan Perorangan (Po).
Ciri- ciri dari perusahaan ini adalah :
1. Dimiliki perseorangan (individu atau perusahaan keluarga)
2. Pengelolaannya sederhana
3. Modalnya relative tidak terlalu besar
4. Kelangsungan usahanya tergantung pada para pemiliknya
5. Nilai penjualannya dan nilai tambah yang diciptakan relative kecil.
Kelebihan dan Kelemahan Perusahaan Perseoranga (PO):
Kelebihan perusahaan perseorangan :
1. Perseorangan tidak dikenakan pajak perusahaan seperti halnya PT atau Partnership (Firma).
2. Dalam melakukan pengelolaan perusahaan, pemilik juga menjadi bagian dari manajemen sehingga pengendalian internal tidak terlalu kompleks dan mudah diawasi oleh pemilik langsung.
3. Biaya yang rendah dalam pengelolaan, karena karyawan yang bekerja didalam perseorangan adalah si pemilik usaha.
4. Tidak melalui proses administrasi hukum yang terlalu kompleks, biasanya hanya sampai akte notaris, dan surat keterangan domisili dari kelurahan saja. tidak perlu melalui proses pembuatan SIUP, atau TDP ataupun hingga membutuhkan surat keputusan dari Menkeh dan HAM.
5. Proses pembentukan yang sangat cepat.
6. Apabila dalam bisnis perseorangan terjadi kerugian maka kompensasi kerugian dapat dimasukan dalam perhitungan pajak penghasilan pemilik.
7. Seluruh laba menjadi miliknya. Bentuk perusahaan perseorangan memungkinkan pemilik menerima 100% laba yang dihasilkan perusahaan.
8. Kepuasan Pribadi. Prinsip satu pimpinan merupakan alasan yang baik untuk mengambil keputusan.
9. Kebebasan dan Fleksibilitas. Pemilik perusahaan perseorangan tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dalam mengambil keputusan
10. Sifat Kerahasiaan. Tidak perlu dibuat laporan keuangan atau informasi yang berhubungan dengan masalah keuangan perusahaan. Dengan demikian masalah tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh pesaing.
11. Peraturan minim. Jika pada persekutuan dengan firma, komanditer, PT, terdapat banyak peraturan-peraturan pemerintah yang harus dituruti maka perusahaan perseorangan hanya sedikit peraturan yang dikenakan.
12. Dorongan perusahaan. Pengusaha perusahaan perseorangan selalu berusaha sekuat tenaga agar perusahaannya mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan lamanya waktu bekerja dalam perusahaan.
13. Lebih mudah memperoleh kredit. Perusahaan perseorangan lebih mudah mendapatkan kredit karena tanggung jawab atau jaminannya tidak terbatas pada modal usaha sendiri saja tetapi juga kekayaan pribadi dari pemilik maka resiko kreditnya lebih kecil.
Kelemahan perusahaan perseorangan :
1. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas. Artinya seluruh kekayaan pribadinya termasuk sebagai jaminan terhadap seluruh utang perusahaan.
2. Sumber keuangan terbatas. Karena pemiliknya hanya satu orang, maka usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh sumber dana hanya bergantung pada kemampuannya.
3. Kesulitan dalam manajemen. Semua kegiatan seperti pembelian, penjualan, pembelanjaan, pengaturan karyawan dan sebagainya dipegang oleh seorang pimpinan. Ini lebih sulit apabila manajemen dipegang oleh beberapa orang.
4. Kelangsungan usaha kurang terjamin. Kematian pimpinan atau pemilik, bangkrut, atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan usaha ini berhenti kegiatannya
PROSES PEMBUATAN SERTIFIKAT TANAH
Proses Pembuatan Sertifikat Tanah
Setelah berhasil mendapatkan informasi berharga dari seorang karabat yang bekerja di BPN Kota Tangerang. Untuk proses pembuatan sertifikat tanah, disarankan pemilik mengurus sendiri, dari segi biaya harusnya lebih murah, dari segi pengalaman mengurus sendiri tidak sesulit yang orang bicarakan.
Langkah-langkah yang disarankan adalah :
1. Siapkan dokumen yang dibutuhkan.
- Akta Jual Beli
- Foto copy KTP & Kartu Keluarga
- Semua dokumen yang berhubungan.
- Foto copy girik yang dipegang
- Dokumen tambahan dari kelurahan
2. Kunjungi BPN yang ditunjuk sesuai wilayah anda.
3. Di BPN,
- beli formulir pendaftaran nanti dapat map warnanya biru dan kuning.(uang ini masuk ke negara)
- minta tolong kepada petugas untuk memeriksa kelengkapan dokumen yang telah kita bawa.
- minta kepada petugas untuk mengukur objek tanah/rumah kita, janjian sama petugas ukur BPN.
4. Petugas ukur yang datang biasanya berjumlah 2-3 orang, sediakan dana +-Rp.500ribu untuk proses ini. (uang sukarela...mungkin...karena tidak masuk ke negara)
5. Biasanya dokumen yang kurang berada dikelurahan, oleh karena itu kita harus ke kelurahan.
Usahakan ke tempat ini hanya sekali, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak berlebih. Untuk itu buat daftar dokumen yang akan diminta.
Masalah biaya hmmm...mungkin 500rb-1jt..tanya aja ke pak lurahnya biayanya...kalo brani.hehehe. Lagi-lagi biaya ini adalah biaya sukarela juga.
Kenapa harus ke kelurahan ?, karena dokumen yang kita pegang juga ada di kelurahan. Nah untuk membuat sertifikat, seluruh dokumen tersebut harus diserahkan ke BPN juga.
6. Jika seluruh dokumen terkumpul semua, silakan menuju BPN lagi.
7. Serahkan seluruh dokumen ke loket yang disediakan lalu anda akan menerima tanda terima penyerahan dokumen.
8. Tanya berapa lama harus menunggu untuk sertifikatnya terbentuk.
9. Setelah mendapatkan jawaban, tunggu deh, sebaiknya setelah melewati masa menunggu seperti yang diberitahukan oleh BPN, hubungi orang BPN tersebut mengenai statusnya.
Kamis, 17 Oktober 2013
Ahli Waris Pengganti dalam KHI
A. Latar belakang Ahli Waris Pengganti
Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah kesepakatan para Ulama dan Perguruan Tinggi berdasarkan Inpres No. 1/1991 yang isinya berupa perintah kepada Menteri Agama untuk menyebar luaskan KHI, bukan instruksi supaya dijadikan sebagai hukum terapan bagi Pengadilan Agama, sedangkan Prof. Bustanul Arifin mempertahankan mati-matian sebagai hukum terapan bagi Pengadilan Agama dan nyatanya tetap berlaku sampai sekarang.
Setelah 20 tahun KHI diterapkan sebagai hukum materiil bagi Pengadilan Agama, ternyata masih saja ada yang mempersoalkan legitimasi KHI. Diantaranya Dr. Habiburrahman dengan alasan bahwa KHI illegal karena khususnya bab hukum waris mestinya menurut SK seharusnya ditangani Wasit Aulawi dan KH. Azhar Basyir, ternyata mereka berdua tidak tahu menahu dan secara tiba-tiba muncullah Buku II Tentang Hukum Kewarisan terutama pasal Pasal 185 KHI tentang ahli waris pengganti yang didalamnya banyak terdapat pemikiran-pemikiran Prof. Hazairin yang pola pikirnya lebih dekat kepada pemikiran orientalis dari pada seorang muslim.
B. Pendapat Ahli Hukum Tentang Ahli Waris Pengganti
Berikut ini kutipkan pendapat yang terjadi pada Rakernas Mahkamah Agung di Palembang :
Diskusi hangat itu diawali oleh gagasan Hakim Agung Habiburahman yang menggugat ketentuan ahli waris pengganti yang nota bene selalu dilekatkan kepada Hazairin sebagai penggagas teori kewarisan bilateral yang kemudian diadopsi dalam sistem hukum Islam Indonesia.
Dari pantauan badilag.net, wacana menggugat ketentuan ahli waris pengganti tersebut pernah digulirkan oleh Habiburrahman pada Rakernas 2009 di Palembang tahun lalu. “Saya melihat Hazairin sebagai anak hukum adat yang menginduk kepada Van Vollenhoven dan Snouck Hourgronje. Di bukunya, Hazairin mengaku sebagai mujtahid tetapi tulisan-tulisannya tidak mencerminkan layaknya mujtahid,” kata Habiburrahman mengungkapkan latar belakang idenya.
Kontan saja gagasan tersebut menuai respon beragam. Mukhsin Asyrof, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palembang, menyebut ketentuan ahli waris pengganti memang tidak diatur dalam fikih, sama halnya dengan beberapa ketentuan lainnya seperti wasiat wajibah. “Saya kira ketentuan ahli waris pengganti ini dimaksudkan untuk memberikan keadilan kepada para ahli waris. Kenapa kita tidak mengkaji pemahaman Hazairin dan temukan kelemahan dan mungkin kesalahan dari teorinya ketimbang mengkritisi kehidupan pribadinya,” tanya Mukhsin Asyrof.
Drs. Chatib Rasyid, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Semarang berbeda lagi. “Di tingkat lapangan, masalah ahli waris pengganti ini memang menjadi melebar kemana-mana. Di Makasar, ada isteri menjadi ahli waris pengganti. Saya mengusulkan Tuada Uldilag untuk membuat surat edaran yang menentukan batasan siapa saja yang berhak/bisa menjadi ahli waris pengganti,” katanya.
Ada juga yang mempertanyakan apakah ketentuan ahli waris pengganti ini merupakan penemuan hukum ataukah penciptaan hukum. Dari hal inilah akar masalah bisa ditelusuri. Demikian kata Abd. Halim Syahran, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak.
Dra. Hj. Husnaini., Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Padang yang merupakan satu-satunya peserta wanita di komisi II sepakat dengan pendapat Mukhsin Asraf. “Ketika mengkritisi pemikiran sesorang hendaknya kita melakukan ‘jarh wa ta’dil. ,” katanya.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Makasar, Muhummad Hasan H. Muhammad, mengajak kembali ke sejarah disahkannya pasal ahli waris pengganti tersebut di Kompilasi Hukum Islam. “KH. Azhar Basyir yang memimpin rapat penyusunan KHI tersebut dan pasal ahli waris pengganti ini disahkan melalui kesepakatan para ulama,” tuturnya.
Menjawab pertanyaan atas gagasannya, Habiburrahman kembali menekankan bahwa ketika kita menerima pemikiran seseorang kita juga harus tahu kehidupan pribadinya, prinsip-prinsip yang dianutnya dan latar belakang pemikirannya. “Gagasan saya itu salah satunya dilatar belakangi disertasi mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Dr. Syamsu Hadi Irsyad, yang banyak membahas pejalanan Snouck Hourgronje yang pergi ke Mekkah, pura-pura masuk Islam, berganti nama dengan nama Islam dan mempelajari hukum Islam. Dia kembali ke Indonesia, memperkenalkan hukum adat dan menciptakan teori-teori yang menjauhkan pemeluk Islam dari agamanya,” ungkap Habiburrahman. “Akan tetapi saya menerima semua kritikan dari para peserta. Saya mohon maaf jika ada kesalahan dalam gagasan saya ini,” tutur Habiburrahman merendah setelah menjawab semua pertanyaan peserta.
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Perdata Agama, Prof. Abdul Manan, tetap menyetujui ketentuan pasal 185 KHI, namun memang perlu diberikan pembatasan agar dalam prakteknya tidak melebar terlalu jauh.
Hakim Agung lainnya, Prof. Rifyal Ka’bah, tidak terlalu jauh mempertanyakan ide perubahan ketentuan ahli waris pengganti. Beliau lebih menekankan bahwa pintu tajdid (pembaruan) harus selalu dibuka.
C. Ahli Waris Pengganti
Salah satu konsep pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Indonesia dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah diberikannya hak seorang ahli waris yang telah meninggal dunia kepada keturunannya yang masih hidup. Aturan ini tercantum dalam Pasal 185 KHI yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut:
- Ahli waris yang meninggal dunia lebih dahulu dari pada si pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
- Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Mengganti kedudukan orang tua yang meninggal dunia tersebut selanjutnya disebut ahli waris pengganti. Ketentuan semacam ini tidak dijumpai dalam fikih empat madhab, akan tetapi merupakan adopsi dari hukum waris Islam Pakistan. dimana ahli waris pengganti itu hanyalah cucu saja.
Setelah masalah ahli waris Pengganti ini masuk dalam KHI yang dirumuskan dalam pasal 185, ternyata dalam pelaksanaannya berkembang jauh dari aslinya, bahkan mengacu pada BW, dimana terdapat tiga macam bentuk ahli waris pengganti, sebagai berikut :
- Penggantian dalam garis lencang ke bawah, yaitu penggantian seseorang oleh keturunannya, dengan tidak ada batasnya, selama keturunannya itu tidak dinyatakan onwaarding atau menolak menerima warisan (Pasal 842). Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa anak si yang meninggal mewaris bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.
- Penggantian dalam garis kesamping (zijlinie), di mana tiap-tiap saudara si meninggal dunia, baik sekandung maupun saudara tiri, jika meninggal dunia lebih dahulu, digantikan oleh anak-anaknya. Juga penggantian ini dilakukan dengan tiadabatasnya (Pasal 853, jo. Pasal 856, jo. Pasal 857)
- Penggantian dalam garis ke samping menyimpang dalam hal kakek dan nenek baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, maka harta peninggalan diwarisi oleh golongan keempat, yaitu paman sebelah ayah dan sebelah ibu. Pewarisan ini juga dapat digantikan oleh keturunannya sampai derajat keenam (Pasal 861).
Dalam Hasil Rakernas Mahkamah Agung RI pada tahun 2010 dan tahun 2011 dijelaskan bahwa ahli waris pengganti hanya sampai cucu, sesuai pasal 185 KHI, tidak sama dengan BW.
TABEL AHLI WARIS DAN BAGIAN WARIS MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
TABEL AHLI WARIS DAN BAGIAN WARIS HUKUM WARIS ISLAM INDONESIA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM ( KHI )
SEBAB / HUBUNGAN
|
AHLI WARIS
|
SYARAT
|
PEROLEHAN HARTA WARIS
|
DASAR HUKUM
| |||
Al-Qur’an / Hadits
|
Pasal
KHI
| ||||||
A
|
PERKAWINAN (yang masih terikat status
|
1.
|
Istri / Janda
|
Bila tidak ada anak/cucu
|
1/4
|
An-Nisa’ 12
|
180
|
Bila ada anak/cucu
|
1/8
| ||||||
2.
|
Suami / Duda
|
Bila tidak ada anak/cucu
|
1/2
|
An-Nisa’ 12
|
179
| ||
Bila ada anak/cucu
|
1/4
| ||||||
B.
|
NASAB / HUBUNGAN DARAH
|
1.
|
Anak Perempuan
|
Sendirian (tidak ada anak dan cucu lain)
|
1/2
|
An-Nisa’ 11
|
176
|
Dua atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki
|
2/3
| ||||||
2.
|
Anak Laki-Laki
|
Sendirian atau bersama anak / cucu lain (laki-laki atau perempuan)
|
Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain)
|
An-Nisa’ 11 dan Hadist 01
| |||
Keterangan : Pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 banding 1
| |||||||
3.
|
Ayah Kandung
|
Bila tidak ada anak / cucu
|
1/3
|
An-Nisa’ 11
|
177
| ||
Bila ada anak / cucu
|
1/6
| ||||||
4.
|
Ibu Kandung
|
Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung
|
1/3
|
An-Nisa’ 11
|
178
| ||
Bila ada anak/cucu dan / atau ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama Ayah Kandung
|
1/6
| ||||||
Bila tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih tetapi bersama Ayah Kandung
|
1/3 dari sisa sesudah diambil istri/janda atau suami/duda
|
An-Nisa’ 11
| |||||
5.
|
Saudara laki-laki atau perempuan seibu
|
Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung
|
1/6
|
An-Nisa’ 12
|
181
| ||
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung
|
1/3
| ||||||
6.
|
Saudara perempuan kandung atau seayah
|
Sendirian tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung
|
1/2
|
An-Nisa’ 12
|
182
| ||
Dua orang lebih tidak ada anak / cucu dan tidak ada Ayah Kandung
|
2/3
| ||||||
7.
|
Saudara laki-laki kandung atau seayah
|
Sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak / cucu DAN tidak ada ayah kandung
|
Ashobah (sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain)
|
An-Nisa’ 12 dan Hadits 01
| |||
Keterangan : Pembagian antara laki-laki dan perempuan 2 banding 1
| |||||||
8.
|
Cucu / keponakan (anak saudara)
|
Menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang diganti
|
Sesuai yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris
|
Tidak ada / Ijtihad
|
185
|
Catatan :
ü Harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus diselesaikan masalah hutang piutang pewaris (yang meninggal) dan biaya pemakaman serta wasiat yang dibolehkan (bila ada). Disamping itu bila si mayit meninggalkan istri (janda) atau suami (duda) dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini). Sesuai dengan hukum adat bahwa harta bersama/gono-gini dibagi menjadi dua bagian, separuhnya adalah milik suami dan separuhnya milik istri.
ü Jadi yang menjadi Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah(tajhis), pembayaran hutang dan pemberian kerabat (Pasal 171 butir e KHI ).
ü Kerabat yang tidak memperoleh bagian waris, ANAK ANGKAT atau ORANG TUA ANGKAT dapat memperoleh bagian sebagai HIBAH (ketika pewaris masih hidup) atau sebagai WASIAT WAJIBAH, atau diberi bagian yang tidak boleh lebih dari 1/3 harta warisan sesuai ketentuan pasal 194 s/d 214 KHI.
ü Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. (pasal 183)
ü Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan. (pasal 188)
Kamis, 10 Oktober 2013
KOPERASI SEBAGAI BADAN HUKUM
Kegiatan ekonomi memerlukan hukum di
dalam pelaksanaannya agar terpelihara dan terjaminnya keteraturan dan
ketertiban, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan supaya
keadilan dapat terpenuhi bagi semua pihak. Seperti yang dikemukakan oleh
Kranenburg bahwa keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban (teori ev postulat), begitu pula yang
dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa keadilan adalah suatu keadaan yang
mencerminkan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan
masyarakat. [1]
Pelaksanaan hukum dan keadilan harus dapat berjalan seimbang, seperti pendapat
Jeremy Bentham yang mengatakan bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat
untuk mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya.[2]
Keadilan
juga menjadi hal penting yang dikehendaki oleh founding fathers agar tercipta kesejahteraan di Indonesia, seperti
tercermin dalam sila kelima dari Pancasila, bahwa keadilan sosial adalah bagi
seluruh rakyat Indonesia, sehingga dikehendaki adanya kemakmuran yang merata di
antara seluruh rakyat, dan di dalam Pembukaan UUD 1945 antara lain dinyatakan
bahwa, salah satu tujuan negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas dari pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu[3]:
“Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”, sebagaimana dijabarkan
lebih lanjut dalam Pasal 23, 27, 33, dan 34 UUD 1945.
Arti
keadilan sosial di atas mengandung dua makna yaitu sebagai berikut prinsip
pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi.[4]. Pasal
33 Ayat (4) UUD 1945 mencantumkan demokrasi ekonomi sebagai cita-cita sosial, sehingga
di dalam pelaksanaan perekonomian nasional harus didasarkan pada demokrasi
ekonomi bahwa siapapun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Terwujudnya demokrasi
ekonomi dijalankan atas suatu asas yaitu asas kekeluargaan yang termuat dalam
Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945. Penjelasan Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 mengatakan
bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional 2005-2025 menyatakan koperasi sebagai bagian penting dalam upaya
mewujudkan daya saing bangsa dan untuk meningkatkan pendapatan kelompok
masyarakat berpendapatan rendah. Di samping itu, menurut Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 mencantumkan bahwa pemberdayaan
koperasi di Indonesia merupakan salah satu upaya strategis dalam meningkatkan
taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia.
Pengaturan tentang koperasi terdapat dalam
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut UU
Perkoperasian), dan pada tanggal 30
Oktober 2012 telah diundangkan undang-undang perkoperasian yang baru Nomor 17
tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 lebih rinci
mengatur mengenai kegiatan perkoperasian, seperti adanya aturan lebih lengkap
tentang perubahan anggaran dasar, kewajiban pengurus, modal penyertaan, dan
praktek investasi pada koperasi. Menurut Pasal 1 butir 1, UU Perkoperasian
definisi koperasi adalah:
“Badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.
UU Perkoperasian merupakan peraturan yang lebih
khusus yang dapat mengesampingkan peraturan yang lebih umum tentang koperasi.
Apabila peraturan atau perjanjian tersebut tidak diatur sendiri, maka
berlakulah ketentuan dari KUH Perdata, hal ini terlihat di dalam KUH Perdata
Bab IX tentang perkumpulan Pasal 1660 yang menyebutkan bahwa:
“Hak-hak
serta kewajiban para anggota perkumpulan diatur menurut peraturan atau
perjanjian perkumpulan itu sendiri, atau menurut surat pendiriannya sendiri”.
Manusia (natuurlijk
persoon) ternyata bukan satu-satunya pendukung hak dan kewajiban di dalam
pergaulan hukum, sebab masih ada lagi pendukung hak dan kewajiban yang
dinamakan badan hukum (rechtpersoon). Chidir
Ali memberi definisi terhadap badan hukum yaitu[5]:
“Segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat
yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban”.
Badan hukum tidak dapat
melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri, melainkan harus dengan perantaraan
organnya yang bertindak atas nama badan hukum. Otto Von Gierke mengemukakan
suatu teori yang dinamakan teori organ, bahwa badan hukum itu adalah suatu
realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia dalam
pergaulan hukum.[6]
Koperasi
merupakan
salah satu bentuk badan usaha berbadan hukum sebab akta pendiriannya disahkan oleh Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta pengesahan tersebut diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 9 UU Perkoperasian.
Berdasarkan bentuk koperasi yang merupakan badan hukum, maka koperasi
merupakan subyek
dalam hubungan hukum yang dapat menjadi pembawa hak dan kewajiban hukum. Badan
hukum tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri,
melainkan harus dengan perantaraan manusia atas nama badan hukum, sehingga koperasi memerlukan organ
dalam kegiatannya.
Pembagian organ koperasi yang tercantum dalam
Pasal 21 UU Perkoperasian terdiri dari:
1. Rapat anggota
2.
Pengurus
3.
Pengawas
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan
pertanggungjawaban dari pengurus dan pengawas mengenai pengelolaan koperasi,
sebab tugas utama pengurus adalah mengelola koperasi dan usahanya, sedangkan
tugas utama pengawas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Pasal 30 Ayat (2) UU Perkoperasian
menguraikan bahwa pengurus mempunyai wewenang untuk :
1. mewakili koperasi di
dalam dan di luar pengadilan
2. memutuskan penerimaan
dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam anggaran dasar
3. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan
dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat
Anggota.
Ketentuan Pasal 16 UU Perkoperasian
menyebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan
kepentingan ekonomi anggotanya. Berdasarkan pendekatan menurut lapangan usaha
dan atau tempat tinggal para anggotanya terdapat jenis koperasi simpan pinjam.[7]
Koperasi dengan jenis simpan pinjam adalah koperasi yang anggota-anggotanya
terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal-soal
perkreditan atau simpan pinjam.[8]
Koperasi terdiri
atas dua bentuk seperti yang termuat dalam Pasal 6 UU Perkoperasian, yaitu
koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer, baru dapat
didirikan apabila ada minimal 20 (dua puluh) orang yang secara bersama-sama
mempunyai tujuan untuk mendirikan suatu koperasi, sehingga hubungan antara
berbagai perangkat dalam badan usaha koperasi tersebut menimbulkan suatu
hubungan hukum yang akan terus terjadi selama ada interaksi internal maupun
eksternal. Pengaturan mengenai hubungan hukum tersebut, diawali oleh Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu dalam buku II tentang
perikatan. Pasal 1234 KUH Perdata
menyebutkan bahwa :
“Tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat
sesuatu”.
Adapun memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak
berbuat sesuatu dinamakan prestasi. Perikatan yang dilakukan oleh para anggota koperasi
tersebut dituangkan ke dalam anggaran dasar koperasi sebagai dasar formal bagi
persetujuan atau kesepakatan para anggota untuk bekerja sama yang merupakan fondasi
bagi koperasi.[9] Persetujuan tersebut sah apabila syarat dalam Pasal 1320 KUH Perdata
telah terpenuhi, yaitu :
(1). Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
(2).
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
(3). Suatu
hal tertentu
(4). Suatu
sebab yang halal
Persetujuan
yang telah dibuat tersebut sah berlaku menjadi undang-undang bagi para anggota
dan semua unsur koperasi yang telah membuatnya, dan tidak dapat ditarik kembali
kecuali dengan sepakat oleh kedua belah pihak, serta harus didasarkan pada
itikad baik, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Persetujuan di dalam sebuah
anggaran dasar membuat hak dan kewajiban masing-masing organ koperasi jelas
serta sebagai tata tertib ke dalam koperasi yang mengikat semua organ koperasi.
Pengelolaan kegiatan koperasi oleh pengurus dalam praktek tidak
selalu sesuai dengan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang, sebab mungkin saja
terjadi suatu kelalaian. Kelalaian yang dilakukan oleh pengurus koperasi dapat
menyebabkan adanya wanprestasi. Ketentuan tentang wanprestasi terdapat dalam
Pasal 1238 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa:
“Si
berutang adalah Ialai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta
sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika
ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan”.
Apabila yang seharusnya memenuhi suatu prestasi itu lalai dalam
kewajibannya untuk menyerahkan sesuatu, maka sejak saat itu risiko berpindah
kepadanya. Wanprestasi dalam ilmu hukum dapat berupa empat macam yaitu[10]:
1. Sama sekali tidak
memenuhi prestasi
2. Tidak tunai memenuhi
prestasi
3. Terlambat memenuhi
prestasi
4. Keliru memenuhi prestasi
Kelalaian oleh pengurus koperasi dapat berpengaruh
kepada anggotanya, sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Berdasarkan
Pasal 1243 KUH Perdata anggota koperasi dapat meminta penggantian biaya, rugi
dan bunga apabila tetap dilalaikannya suatu prestasi padahal sebelumnya telah
diberikan surat peringatan kepada pengurus.
Apabila dalam hal pengurus meninggal dunia, terdapat
dua instrumen hukum pengalihan utang pengurus kepada ahli warisnya, yaitu
dengan hukum waris adat dan hukum waris islam, sebab sistem hukum nasional
Indonesia beragam. Hukum waris islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu
yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. [11] Hukum islam bersumber
dari wahyu Ilahi yang pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari iman
seseorang. Menurut Prof. Soepomo pengertian dari hukum waris adat sebagai
berikut :[12]
“Hukum
adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud
benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya”.
Sistem kewarisan adat tergantung pada bentuk
susunan masyarakat tertentu dimana sistem kewarisan itu berlaku, sebab sistem
tersebut dapat ditemukan juga dalam berbagai bentuk susunan masyarakat ataupun
dalam satu bentuk susunan masyarakat dapat pula dijumpai lebih dari satu sistem
kewarisan. Hal penting dalam masalah waris adat ada tiga unsur yaitu:[13]
1. Seorang peninggal
warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan
2. Seorang atau beberapa
orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu
3. Harta warisan atau
harta peninggalan yaitu kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan dan
sekali beralih kepada para ahli waris itu.
A.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan Peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
[1] Disarikan dari buku Otje Salman, Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika
Masalah), PT Refika Aditama, Bandung 2009, hlm 11.
[2] Ibid.,
hlm 10.
[3]Zulkarnain Djamin, Struktur Perekonomian Dan Strategi
Pembangunan Indonesia, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 1995, hlm 6.
[5] Chidir Ali, Badan Hukum, Penerbit Alumni, Bandung, 1999, hlm 21.
[6]
Ali
Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan
Hukum, Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Penerbit Alumni, Bandung,1981, hlm 16.
[7]
R.T
Sutantya Rahardja Hadhikusuma. Hukum
Koperasi Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm 62.
[10] Riduan Syahrani, Seluk Beluk Asas-asas Hukum
Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 2000, hlm 228.
[11] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007,hlm 313.
[12] Soerojo wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, CV
Haji Masagung, Jakarta, 1994, hlm 161.
[13] Ibid.,
hlm 162.
Langganan:
Postingan (Atom)
Hak-Hak dan Kewajiban Dari Bapak Tiri dan Anak Tiri
Ar Rabibah adalah anak perempuannya istri yang bukan dari suami yang sekarang (anak tiri). Anak tiri perempuan ini termasuk yang haram din...
-
Relationships Religion and Culture in Indonesia ( Month Suro In Perceptions of Islam and Society ) FOREWORD Bismillahirrah...
-
Ar Rabibah adalah anak perempuannya istri yang bukan dari suami yang sekarang (anak tiri). Anak tiri perempuan ini termasuk yang haram din...
-
Istilah Legal Opinion dalam bahasa latin disebut dengan Ius Opinio . Ius berarti hukum dan Opinio artinya pandangan atau pendapat. Le...