Tenaga Kerja Asing (“TKA”) yang
dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan, antara lain yaitu
memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh
TKA dan memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai
dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun.
Syarat TKA yang Bekerja di
Indonesia
Filosofi
ketenagakerjaan Indonesia adalah melindungi tenaga kerja berkewarganegaraan
Indonesia yang bekerja di Indonesia sehingga jika ada kebutuhan yang khusus dan
sangat membutuhkan untuk memakai tenaga kerja asing, harus dibuat persyaratan
yang ketat agar tenaga kerja Indonesia terhindar dari kompetisi yang
tidak sehat.
Menjawab
pertanyaan Anda, TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:[2]
a. memiliki
pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
b. memiliki
sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang
akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun;
c. membuat
surat pernyataan wajib mengalihkan keahliannya kepada TM pendamping yang
dibuktikan dengan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;
d. memiliki
NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan;
e. memiliki
bukti polis asuransi pada asuransi yang berbadan hukum Indonesia; dan
f. kepesertaan
Jaminan Sosial Nasional bagi TKA yang bekerja lebih dan 6 (enam) bulan.
Dengan
catatan, persyaratan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tidak berlaku untuk
jabatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau anggota Pembina, anggota
Pengurus, anggota Pengawas.[3]
Selain
persyaratan di atas, perlu diingat bahwa TKA dapat dipekerjakan di Indonesiahanya
dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.[4] Serta
TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau
jabatan-jabatan tertentu.[5] Ini
berarti hanya jabatan tertentu yang boleh diduduki oleh TKA. Selengkapnya dapat
dilihat dalam artikel Bolehkah
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing sebagai Buruh Kasar?
Pelaporan
TKA yang Belum Memenuhi Syarat Bekerja di Indonesia
Mengenai pelaporan TKA, kami
kurang jelas apa yang Anda maksud tentang pelaporan TKA di sini. Prinsipnya,
jika TKA tidak memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan, maka TKA tersebut tidak dapat dipekerjakan oleh pemberi kerja.
Ini karena untuk dapat mempekerjakan TKA, perusahaan atau pemberi kerja wajib
memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Izin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing - “IMTA”).[6] Yang
mana untuk mendapatkan IMTA, harus dipenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan
di atas.
Jika
perusahaan atau pemberi kerja mempekerjakan TKA tanpa mempunyai izin, berarti
perusahaan tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 42 UU Ketenagakerjaan. Atas
pelanggaran tersebut, pemberi kerja dapat dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.[7] Ini
merupakan tindak pidana kejahatan.
Mengenai pelaporan, Umar
Kasim menjelaskan antara lain bahwa pelaporan yang dimaksud dalam UU
Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya adalah pelaporan menggunakan jumlah
TKA dan tenaga kerja lokal yang wajib dilakukan pemberi kerja.
Pemberi kerja TKA wajib melaporkan
penggunaan TKA kepada Direktur atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dirjen.[8] Laporan
sebagaimana tersebut meliputi:[9]
a. realisasi pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan TKI pendamping di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali;
b. berakhirnya penggunaan TKA.
Umar
menambahkan, sejak awal dari pengajuan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(“RPTKA”), pejabat sebelum mensahkan RPTKA tentunya memeriksa apakah TKA yang
dipekerjakan memenuhi syarat atau tidak, baik syarat sponsor maupun
administrasi. Jika tidak memenuhi syarat, maka RPTKA tidak disetujui.
Hal lain
yang disampaikan Umar adalah jika didapati perusahaan mempekerjakan TKA yang
tidak memenuhi syarat, misalnya seorang TKA memiliki kompetensi di Marketing,
namun ia dipekerjakan di bagian Financial Administration, maka
syarat TKA tidak terpenuhi dan IMTA perusahaan itu bisa dicabut.
Pegawai
pengawas ketenagakerjaan juga berkewajiban mengawasi penggunaan TKA pada suatu
perusahaan. Hal ini diatur dalam Pasal 60 Permenakertrans 16/2015 yang
berbunyi:
“Pengawasan terhadap pemberi kerja TKA dilakukan oleh Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Soal
kontrol/inspeksi/pengawasan ini, menurut Umar, dalam praktiknya pengawasan
penggunaan TKA dilakukan secara teamwork antara lain yang
terdiri dari unsur pengawas ketenagakerjaan, imigrasi, kementerian luar negeri,
dan kepolisian.
Demikian
jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar
Hukum:
2. Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35
Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Catatan:
Penjawab telah berkonsultasi
tentang penggunaan TKA via telepon dengan Umar Kasim pada 18 Juni 2015 pukul
14.39 WIB.
[1] Pasal
1 angka 1 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata
Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (“Permenaker 16/2015”)
[4] Pasal
42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”)
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan
beleid baru penggunaan pekerja warga negara asing. Diundangkan pada 30 Desember
2013, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No. 12 Tahun 2013mengatur tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
(TKA). Permenakertrans ini menggantikan beleid serupa yang terbit 2008 silam.
Menurut Diar Riga Pasaribu, Kabag Hukum dan
Kerjasama Luar Negeri Ditjen Binapenta Kemenakertrans, salah satu aturan baru
yang berbeda dari Permenakertrans No. 2 Tahun 2008 adalah pemberi kerja bagi TKA. Beleid terbaru, kata
Diar, perusahaan pemberi kerja harus berbadan hukum. Kalaupun ada pengecualian
buat badan usaha bukan badan hukum, harus dinyatakan dalam undang-undang.
Dalam peraturan lama, persekutuan komanditer
(CV), misalnya, diperkenankan menggunakan TKA. Dalam beleid baru, kata Diar,
tidak diperkenankan lagi sepanjang tak disebut dalam undang-undang. “Kalau dulu
CV boleh pekerjakan TKA. Tepi sekarang harus berbadan hukum,” ujarnya saat
ditemui di gedung Kemenakertrans, Kamis (06/2) kemarin.
Ia menunjuk larangan itu dalam Pasal 4
Permenakertrans No. 12 Tahun 2013. Rumusannya begini: “Pemberi kerja TKA yang berbentuk persekutuan perdata, firma (Fa),
persekutuan komanditer (CV), dan usaha dagang (UD) dilarang mempekerjakan TKA
kecuali diatur dalam undang-undang”. Rumusan ini berarti CV, UD, atau Firma hanya boleh
menggunakan TKA jika diatur dalam undang-undang.
Diar berharap Permenakertrans baru bisa
menutupi kekurangan beleid sebelumnya. Apalagi dalam rentang waktu 2008-2013
banyak perubahan terjadi di masyarakat, yang memungkinkan penggunaan TKA
semakin banyak. Berlakunya kerangka perdagangan bebas seperti Masyarakat
Ekonomi ASEAN diyakini semakin meningkatkan kebutuhan atas pekerja asing.
Kompetensi
Ketentuan lain yang diperbarui adalah izin
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk pekerjaan sementara. Beleid
lama tak membuat rincian yang jelas. Kini, Pasal 8 Permenakertrans menyebut
empat jenis pekerjaan yang bersifat sementara yaitu pemasangan mesin,
elektrikal, layanan purnajual, dan produk dalam masa penjajakan usaha. Meski
lebih rinci, tidak ada perubahan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
untuk pekerjaan sementara.
Perubahan penting lainnya adalah mengenai
kompetensi. Dalam beleid lama, hanya pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi TKI
yang dipekerjaan harus kompeten. Dalam beleid baru, TKA harus menunjukkan
sertifikat kompetensinya. Sesuai pasal 26 Permenakertrans, ini menjadi syarat
untuk mempekerjakan TKA. Diar mengakui syarat ini dicantumkan untuk
menindaklanjuti hasil monitoring KPK terhadap lembaga negara termasuk
Kemenakertrans. Ini juga sejalan dengan spirit UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang mendorong kompetensi kerja. Kompetensi itu antara lain
dibuktikan lewat sertifikat kompetensi. Menurut Diar,
kalau sertifikat kompetensi tak ada, maka TKA harus sudah punya pengalaman di
bidang tersebut minimal lima tahun sebelum menduduki jabatan tertentu.
Pemberi kerja juga harus mencermati pasal 32
Permenakertrans TKA yang mengatur tentang besaran kompensasi penggunaan TKA.
Menurut Diar besaran kompensasi senilai 100 dolar AS berlaku untuk satu jabatan
dan per bulan untuk setiap TKA. Dengan begitu maka TKA yang memegang dua
jabatan di perusahaan berbeda sebagaimana diatur dalam pasal 33 ayat (3)
Permenakertrans maka yang harus dibayar yaitu dua kali besaran kompensasi.
Misalnya, seorang TKA menjabat sebagai direksi di perusahaan A dan sebagai
komisaris di perusahaan B. Dengan kondisi itu maka kompensasi yang dibayar
untuk seorang TKA 200 dolar AS setiap bulan.
Namun, yang tak kalah penting adalah pengawasan
TKA. Kepala Bidang Pengawasan Disnakertrans DKI Jakarta, Mujiyono, mengatakan
selama ini pemantauan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang
mempekerjakan TKA. Namun, ia menjelaskan rata-rata perusahaan yang
mempekerjakan TKA sudah memenuhi aturan sehingga tergolong minim pelanggaran.
Saat pengawas melakukan pemeriksaan ke perusahaan, yang dilakukan adalah
pemeriksaan secara umum terkait ketenagakerjaan, termasuk penggunaan TKA.
“Kalau di perusahaan ditemukan TKA ya kami periksa,” katanya.
Kemenakertrans mencatat tahun 2013 jumlah IMTA
yang diterbitkan sebanyak 68.957. Sedangkan TKA yang bekerja di Indonesia
paling banyak berasal dari China, Jepang, Korea Selatan, India dan Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.