Perjanjian ekstradisi di
Munculnya perjanjian ekstradisi ini juga tentunya tidak terlepas dari implementasi asas hukum internasional sebagaimana yang disampaikan oleh Hugo Grotius, yakni asas au dedere au punere. Artinya, pengadilan terhadap pelaku kejahatan dapat dilakukan oleh negara tempat kejahatan itu terjadi (locus delicti) atau diekstradisi kepada negara peminta yang memiliki yuridiksi untuk mengadili pelaku tersebut (Abdussalam, 2006:28).
Di Indonesia, ketentuan mengenai ekstradisi diatur dalam UU No.1 Tahun 1979. Sampai saat ini,
• Perjanjian ekstradisi RI-Malaysia: UU RI No. 9 Tahun 1974
• Perjanjian ekstradisi RI-Philipina: UU RI No. 10 Tahun 1976
• Perjanjian ekstradisi RI-Thailand: UU RI No. 2 Tahun 1978
• Perjanjian ekstradisi RI-Australia: UU RI No. 8 Tahun 1994
• Perjanjian ekstradisi RI-Hongkong: UU RI No. 1 Tahun 2001
• Perjanjian ekstradisi RI-Korea Selatan: (Belum diratifikasi)
• Perjanjian ekstradisi RI-Singapura: (Belum diratifikasi)
Dalam praktek konkritnya, Indonesia telah melakukan ekstradisi terhadap tersangka warga negara yang terlibat dalam beberapa kasus kejahatan sebagai berikut:
Dennis Austin Standeffer, warga negara Amerika serikat ke Philiphina pada tanggal 11 Mei 2001. tersangka diminta oleh Philipina karena terlibat beberapa kasus kejahatan di Philipina. Ham Sang Won, warga negara Korea Selatan yang diekstradisikan ke Korea Selatan pada tanggal 11 September 2002. Ratti Fabrizio Angelo, warga negara Italia yang diekstradisikan pada bulan Oktober 2002. Ross Williem Mac Arthur, warga negara
Permasalahan ekstradisi
Mengadakan maupun melaksanakan perjanjian ekstradisi bukanlah hal yang mudah.
Perjanjian ekstradisi antara Inonesia dan Singapura misalnya. Perjanjian ini telah melalui proses diplomasi yang panjang sejak tahun 1973 dan baru terlaksana 30 tahun kemudian yakni pada tahun 2007. Hal ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasar dalam perjanjian ekstradisi yakni bahwa perjanjian ekstradisi hanya dapat dilakukan jika ada persetujuan dari negara yang diminta dan diratifikasi dalam undang-undang masing negara. Selain itu kepentingan politis Singapura juga berperan penting dalam penundaan itu.
Kendala lain bagi terlaksananya perjanjian ekstradisi antara
Selain kepentingan politis, kendala terhadap terlaksananya proses ekstradisi juga muncul akibat sistem hukum atau pengadilan suatu negara. Sebagai contoh, Indonesia sangat kesulitan dan akhirnya tidak berhasil mengekstradisi Hendra Raharja, koruptor yang melarikan diri ke Australia padahal Indonesia sudah memiliki perjanjian ekstradisi yang sudah diratifikasi dengan Australia pada 1992. Proses ekstradiri berjalan lama karena di
Fakta lain di lapangan yang dapat menjadi kendala adalah larinya para tersangka kejahatan ke negara yang belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.